Download Makalah Asmaul Husna
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ
وَتَبَارَكَ الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَعِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَإِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Allah SWT
memiliki nama-nama yang indah. Nama-nama yang hanya dimiliki sifatnya oleh
Allah SWT. Nama-nama tersebut menunjukkan kesempurnaan Allah SWT dan
keagungan-Nya. Nama-nama yang tidak lepas dari dzat Allah SWT. Nama-nama indah
tersebut adalah asmaul husna. Allah SWT menyebutkan asmaul husna tersebut
didalam Al-Quran. Allah SWT sendiri yang mengajarkan tentang kebesaran dan
keagungan-Nya. Sebagai muslim sudah sepatutnya kita harus tidak hanya
menghafalnya saja, namun meyakini serta terbiasa menerapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam asmaul husna. Berikut akan dijelaskan beberapa nama-nama
terbaik Allah yang dapat kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan
akan menambah keimanan kita kepada Allah SWT.
2.
Rumusan
Masalah
a) Bagaimana
makna asma-asma Allah (Al-Ghaffar, Al-Razaq, Al-Malik, Al-Hasib, Al-Hadi,
Al-Khaliq, Al -Hakim) dalam
kehidupan umat muslim?
3.
Tujuan Penelitian
a) Mengetahui makna yang mendalam dari
asmaul husna dalam kehidupan umat muslim
BAB II
PEMBAHASAN
1.
AL-GHAFFAR
a.
Makna Asmaul Husna
AL-GHAFFAR (Allah Yang Maha Pengampun)
Kata ‘Al Ghaffar’ Al Ghaffar diambil
dari kata dasar ghafara yang berarti ‘menutup’. Ada juga yang berpendapat bahwa
kata Al Ghaffar berasal dari kata Al ghafaru, yaitu sejenis tumbuhan
yang digunakan untuk mengobati luka. Jika pendapat pertama yang dipilih, Al Ghaffar
berarti Dia menutupi dosa-dosa hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan
anugerah-Nya. Apabila yang kedua yang dipilih, Al Ghaffar bermakna
Allah menganugerahi hamba-Nya penyesalan atas dosa-dosa sehingga penyesalan ini
berakibat kesembuhan, dalam hal ini terhapusnya dosa.
Dalam Al Qur’an , kata ghaffar diulang lima
kali. Dua di antaranya berdiri sendiri, sebagaimana terungkap dalam QS Nuh
(71: 10) dan QS Thaha (20: 82). Tiga lainnya dirangkaikan dengan
sifat Al ‘Aziz yang mendahuluinya. Yang dirangkaikan ini dikemukakan bukan
dalam konteks pengampunan dosa. Hal ini memberi kesan bahwa Allah sebagai Al Ghaffar
menutupi dan menyembunyikan banyak hal yang tidak atau kurang pantas pada
manusia.
Allah Swt. teramat mengasihi hamba-Nya. Walaupun sang
hamba berkali-kali melakukan kemaksiatan kepada-Nya, pintu pengampunan Allah
senantiasa terbuka. Berkali-kali Dia dikhian ati, tetapi tangan-Nya senantiasa
terbuka dan siap menerima kembali hamba-Nya yang ingin bertobat. Tidak bosan
Dia memberikan ampunan-Nya karena Dialah Al Ghaffar, Zat Yang Maha
Pengampun, Zat yang tidak pernah jemu memberi ampunan
2.
AR-RAZAQ
a.
Makna Asmaul Husna AR-RAZAQ (Allah Yang Maha Bayak
Memberi)
الرَزَّاقُ
(Ar-Razzaaq,
artinya Yang Banyak Memberi rezeqi) dan الرَازِقُ (Ar-Raaziq,
artinya Yang Maha Memberi rezeki). Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam
bait Nuniyyah nya mengatakan,“Demikian pula Ar-Razzaaq adalah salah
satu dari nama-nama-Nya. Adapun Ar-Razqu adalah salah satu dari
perbuatan-perbuatan-Nya, ini terbagi menjadi dua macam.”Syaikh Dr. Muhammad
Khalil Al-Harras hafizhahullah menjelaskan bait Imam Ibnul Qoyyim di
atas, “Salah satu nama Allah Subhanahu adalah اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaq, artinya
Yang Banyak Memberi rezeki) merupakan bentuk mubalaghah (penyangatan)
dari kata اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq, artinya Pemberi
rezeki).Perubahan bentuk kata tersebut menunjukkan sesuatu yang banyak, diambil
dari kata اَلرَّزْقُ dengan fathah huruf “ra`” (Ar-Razqu yang
bermakna pemberian rezeki), yang merupakan bentuk mashdar (kata dasar). Adapun اَلرِّزْقُ dengan kasrah huruf
“ra`” (Ar-Rizqu) adalah sebutan bagi sesuatu yang Allah berikan kepada para
hamba-Nya berupa rezeki. Makna اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaaq) adalah
Yang Banyak Memberi rezeki kepa da hamba-hamba-Nya, yang bantuan dan
keutamaan-Nya tidak terputus diberikan kepada mereka, walau sekejap
mata.Adapun kata اَلرَّزْقُ (Ar-Razqu, artinya pemberian rezeki) sama
dengan kata Al-Khalqu (penciptaan), yaitu sebagai salah satu sifat fi’liyyah
(sifat perbuatan) yang merupakan salah satu sifat-sifat-Nya sebagai Rabb.
Jadi, اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq) mengandung sifat اَلرَّزْقُ (Ar-Razq) yang bermakna
pemberian rezeki. Dan Allah disebut اَلرَّازِقُ (Ar-Raaziq) artinya
Allah memberi rezeki kepada seluruh makhluk tanpa kecuali. Adapun اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaq) menunjukkan
makna banyak memberi rezeki, sehingga اَلرَّزَّاقُ (Ar-Razzaq)
artinya Yang Banyak Memberi rezeki. Dia memberi rezeki yang satu kemudian
rezeki yang lain dalam jumlah yang sangat banyak.
b.
Tujuan Pemberian Rizki
Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidaklah memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya untuk
bersenang-senang yang melalaikan ibadah kepada-Nya dan tidak pula untuk
bermaksiat kepada-Nya. Allah
berikan rezeki itu kepada hamba-hamba-Nya agar mereka bisa beribadah
kepada-Nya. Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka tentang bagaimana cara
mereka mendapatkan rezeki itu lalu mereka gunakan untuk apa. Oleh karena itulah pantas jika Allah Ta’ala
banyak menyebutkan rezeki-Nya di dalam Al-Qur`an dalam konteks
memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah dan melakukan berbagai macam
keta’atan kepada-Nya. Allah Ta’ala
mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya agar mensyukuri rezeki-Nya yang mereka
dapatkan dengan mentauhidkan Allah dan menjauhi syirik.
3.
AL-MALIK
a.
Makna
Asmaul Husna AL-MALIK (Yang Maha Merajai)
Syaikh DR.
Muhammad Hamud An Najdi Hafizhahullah mengatakan, Kata Al
Malk, Malik, Maliik dan Al Maliik (maknanya) adalah Pemilik Kerajaan. Syaikh
Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafizhahullah mengatakan, bahwasanya
Allah Subhana wa Ta’ala adalah Pemilik Kerajaan yaitu Raja
atas segala sesuatu, Dzat yang mengaturnya tanpa ada yang mampu
mencegah dan melawan. Malakuut
(kerajaan besar) merupakan (sebutan) khusus untuk kerajaan Allah Subhana wa Ta’ala. Kata ini
merupakan mashdar dari (مَلَكَ)
yang dimasuki huruf ta’ seperti Jabaruut, Rohabuut, Rohamuut. Makna Al Malik
merujuk/kembali pada tiga hal :
1.
Penetapan adanya sifat penguasa kepada Allah.
Yang mana sifat ini merupakan sifat yang sempurna kekuatan, kemampuan, ilmu,
pengetahuan dan pengawasan, kebijaksaan yang luas, terlaksananya keinginan,
kesempurnaan kelembutan/belas kasihan dan kasih sayang, hukum yang sempurna di
langit dan bumi, dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Kepunyaan
Allah lah kerajaan langit dan bumi, Allah mampu atas segala sesuatu”. (QS. Ali
‘Imro [4] : 189).
Juga firman Allah Ta’ala,
الْمُلْكُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ لِلرَّحْمَنِ
Artinya: “Kerajaan
yang sebenarnya pada hari itu (qiyamat) adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha
Pemurah”. (QS. Al Furqon [25] : 26).
2.
Sesungguhnya
seluruh ciptaan merupakan kerajaan (kepunyaan Allah), menghambakan diri kepada
Nya, butuh kepada Nya, memerlukan Nya pada seluruh keadaan mereka.
Tidak ada sesuatu pun yang dapat keluar dari kerajaan Nya. Tidak ada mahluk
yang tidak butuh atas bantuan, pertolongan, kebaikan, perlindungan, karunia dan
pemberian Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَتَبَارَكَ الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَعِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَإِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ
Artinya: “Dan
Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan apa yang ada di
antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (QS. Az Zukhruf [43] : 85).
3.
Milik-Nya
lah seluruh pengaturan yang terlaksana. Dia memutuskan keputusan yang
dikehendaki Nya pada kerajaan Nya. Dia menghukumi apa yang Dia kehendaki
padanya. Tidak ada yang mampu menolak ketentuan Nya, tidak pula ada yang mampu
menggantikan ketentuan Nya. Milik Nya lah segala ketentuan baik
ketentuan syar’i dan balasan atas amal.
4.
AL-HASIB
a.
Makna Asmaul Husna AL-HASIB (Yang Maha Mencukupi
Hamba-Nya)
Makna nama Allah al-Hasib adalah Yang Maha
Mencukupi hamba-hamba-Nya dalam semua kebutuhan mereka, baik dalam urusan agama
maupun urusan dunia, Dia Azza wa Jalla yang memudahkan bagi mereka segala
kebaikan dan mencegah dari mereka segala keburukan. Al-Hasib juga dapat
diartikan bahwa Allah maha menjaga, menghitung dan mengetahui semua amal perbuatan
para hamba-Nya, membedakan antara amal yang baik dan buruk, serta mengetahui
balasan yang berhak mereka dapatkan dan kadar pahala atau siksaan yang mereka
terima. Nama Allah Azza wa Jalla yang maha agung ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur’an:
وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا
Artinya : “Dan cukuplah Allah sebagai
pemberi kecukupan” [an-Nisa/4: 6]
Syaikh Abdur
Rahman as-Sa’di rahimahullah memerinci penjabaran makna nama Allah Azza wa
Jalla yang maha agung ini dalam ucapan beliau : “Al-Hasib adalah yang maha
mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya, yang maha memberi kecukupan bagi
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya, dan maha memberikan balasan (yang
sempurna) bagi para hamba-Nya dengan kebaikan atau keburukan sesuai dengan
hikmah-Nya (yang maha tinggi) dan pengetahuan-Nya (yang maha sempurna) tentang
amal perbuatan mereka yang besar maupun kecil. Kecukupan yang Allah berikan kepada hamba-Nya ada 2
macam :
1.
Kecukupan yang bersifat umum, meliputi semua makhluk-Nya, yang beriman maupun
yang kafir, yang taat kepada-Nya maupun yang durhaka, yaitu dengan menciptakan,
menolong, menyiapkan dan memberikan segala keperluan untuk kelangsungan hidup
mereka di dunia, berupa makanan, minuman dan penunjang kehidupan dunia lainnya.
2.
Kecukupan yang bersifat khusus dari-Nya, ini hanya diperuntukkan bagi
hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan bertawakkal kepada-Nya. Dengan inilah Allah
Azza wa Jalla memperbaiki dan meluruskan semua urusan mereka, baik yang
berhubungan dengan agama maupun dunia. Allah Azza wa Jalla
juga berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِين
Artinya :”Hai
Nabi, cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin
yang mengikuti (petunjuk)Mu” [al-Anfal/8:64]
Ayat ini menunjukkan bahwa kecukupan
(khusus) dari Allh Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah sesuai dengan kadar
keimanan dan kesungguhan hamba tersebut dalam mengikuti petunjuk Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pengaruh positif dan manfaat dalam
mengimani nama Allah AL-HASIB, akan menumbuhkan dalam diri seorang hamba sikap
tawakkal (penyandaran hati) yang benar kepada Allah Azza wa Jalla, sikap yang
merupakan sebab utama untuk meraih kecukupan dan pertolongan dari-Nya dalam
semua urusan yang dihadapi hamba tersebut. Maka, jika seorang Mukmin
bertawakkal dengan benar kepada Allah Azza wa Jalla, dengan menyandarkan
hatinya secara utuh dan sempurna kepada-Nya dalam mengusahakan semua kebaikan
dan mencegah semua keburukan, disertai dengan keyakinan dan sangka baik
kepada-Nya, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan kecukupan yang sempurna
kepadanya, memperbaiki keadaannya, meluruskan semua ucapan dan perbuatannya,
serta melapangkan semua kesusahan dan kesedihannya. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya :
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan
(segala keperluan)nya” [ath-Thalaq/65: 3]
Dia
tidak berfirman, bahwa (barangsiapa yang bertawakal kepada Allah), maka Kami
akan memberikan kepadanya pahala sekian dan sekian, sebagaimana dalam amal-amal
shaleh lainnya. Akan tetapi, Allah Azza wa Jalla menjadikan diri-Nya sebagai
pemberi kecukupan, pelindung dan penolong bagi hamba-Nya yang bertawakal
kepada-Nya. Maka kalau seorang hamba bertawakal kepada-Nya dengan tawakal yang
sebenarnya, kemudian langit dan bumi beserta semua makhluk yang ada di dalamnya
ingin memperdayainya (mencelakakannya), maka sungguh Allâh Azza wa Jalla akan
memberikan jalan keluar, melindungi dan menolong hamba tersebut”
5.
AL-HADI
a.
Makna Asmaul Husna AL-HADI (Yang Maha Pemberi
Petunjuk)
Allah
memiliki sifat al-Hadi, artinya Yang Maha Pemberi Petunjuk. Kebenaran petunjuk
Allah ini bersifat mutlak. Kebenarannya akan berlaku sepanjang zaman untuk
siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Firman Allah dalam Al-Qur'an Surah
Az-Zumar ayat 36-37
yang artinya "Barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Dan barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya."( Q.S. az-Zumar/39 [36-37] )
yang artinya "Barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Dan barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya."( Q.S. az-Zumar/39 [36-37] )
Petunjuk
Allah ini sebenarnya diberikan kepada semua manusia, tetapi tidak semua manusia
mau menerimanya. Coba kamu perhatikan, bahwa perbuatan mencuri, berzina,
korupsi, mabuk, memfitnah itu sudah jelas dilarang dalam Al-Qur'an dan
dinyatakan sebagai perbuatan salah. Namun, banyak manusia yang melakukannya.
Ini menunjukkan bahwa masih banyak manusia yang menolak petunjuk Allah karena
lebih suka mengikuti hawa nafsu.
Namun
demikian, ada juga manusia yang benar-benar mau menerima petunjuk Allah.
Sebagai contoh adalah ketika kamu sedang asyik bermain, lalu tiba-tiba
terdengar suara Adzan, maka kamu cepat-cepat pergi ke masjid untuk sholat
berjamaah. Ini bukti bahwa kamu mau menerima petunjuk Allah.
6. AL-KHALIQ
a.
Makna Asmaul
Husna AL-KHALIQ (Yang Maha Pencipta)
Al-Khaliq artinya Allah Pencipta, yang menciptakan
alam semesta ini dengan segala isinya,
dia Maha Pencipta yang kita kagumi hasil penciptaan-Nya. Makna lain dari kalimat “Laa Ilaaha Illallah”,
tidak ada Tuhan selain Allah adalah “Laa Khaliq Illallah” artinya “Tidak
ada Pencipta kecuali Allah”. Karena memang di dunia ini selain Allah adalah
makhluk artinya yang diciptakan, termasuk di dalamnya adalah manusia,
tumbuh-tumbuhan dan alam sekitarnya. Allah juga menciptakan makhluk lainnya seperti jin
dan malaikat dengan kejadian yang berbeda dan watak yang tidak sama pula,
sehingga beragamlah makhluk Allah tersebut.
Dengan memperhatikan kejadian seluruh makhluk membuat kita
semakin yakin bila Allah itu Maha Perkasa, wajar bila seorang sufi mengatakan, ”Barangsiapa yang mengenal asal kejadiannya maka
dia akan mengetahui siapa Tuhannya”.
Allah Swt Maha Kuasa, Ia menciptakan
alam semesta semuanya tidak menggunakan alat atau perkakas. Bila akan
menjadikan sesuatu, cukuplah dengan kalimat “Kun” jadilah, lalu terjadilah
seperti firman Allah dalam surat Yasin surat ke 36 ayat 82 yang artinya, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata
kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia”. Dalam surat Yunus 10;3 Allah juga menyatakan firman-Nya, “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan.
tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.
(Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah
kamu tidak mengambil pelajaran?”
Jadi jelaslah yang
mengatur semua kejadian alam, makhluk, manusia, binatang, matahari, bulan dan
bintang, hidup dan mati adalah Allah Swt . Dalam ayat lain, (Al Baqarah
2;255)”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di
bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Tidak
semua orang mengakui kalau Allah adalah Pencipta karena dihalangi oleh beberapa
faktor diantaranya tidak mempunyai akal serta tidak diberdayakan akalnya ke
arah itu. Dalam
mengenal Allah mempunyai dua cara:
·
Dengan menggunakan akal fikiran dan memeriksa secara
teliti apa saja yang telah diciptakan Allah, yang berupa benda-benda yang
beraneka ragam. Dengan mengetahui nama-nama Allah serta sifat-sifat-Nya.
·
Dengan menggunakan akal dari satu sudut dan dengan
mema’rifati nama-nama dan sifat-sifat-Nya dari sudut lain, akan dapat seseorang berma’rifah
kepada Allah dan dia akan memperoleh petunjuk ke arah itu.
Al Qur’an banyak menunjukkan dengan beratus-ratus tanda
bukti yang mengajak ummat manusia untuk merenungkan keadaan alam yang terbuka
lebar dan luas di hadapan mereka, itu makanya hal yang dapat menghilangkan akal
manusia harus disingkirkan. Yang diciptakan Allah bukanlah sebatas isi langit dan bumi tapi seluruh
jagad raya yang maha luas, hal ini digambarkan oleh seorang ilmuan yang bernama
Albert
Einstein: “ketika dia
meneropong bintang yang paling dekat dengan bumi,dia menemukan jarak satu juta tahun perjalanan cahaya, artinya bila kita
menyorotkan senter ke bintang tersebut maka akan sampai cahaya senter tersebut
setelah satu juta tahun lamanya. Dan ketika dia menyorotkan teropongnya pada
bintang yang paling jauh maka dia menemukan jarak yang luar biasa yaitu 20
nonya dibelakang, sehingga kekagumannya tadi terucap dengan pendapat,”Ilmu
tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu buta”.
Kebesaran Allah
tidak ditemui tandingannya dan hal ini diakui dengan kerendahan hati oleh
orang-orang yang beriman yang mau mengetuk hatinya untuk membacakan segala
peristiwa dari alam ini, sejak dari biji yang tak berdaya, tumbuhan, hewan dan
manusia yang dihidupkan serta dimatikan dengan kekuasaan-Nya [Al An’am 6;95], ”Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu
masih berpaling?”
Dengan
Maha Penciptanya Allah, maka hanya Allah saja yang mengerti tentang keadaan
ciptaan-Nya, sifat dan watak hamba-Nya, hak dan kewajiban hamba-Nya sehingga
selayaknya bila ummat ini selain mengakui penciptaan-Nya juga tidak mengabaikan
pengabdian dalam seluruh aspek kehidupan, bila hanya beriman kepada Allah atas
Maha Penciptanya Allah tapi tidak mau mengabdi kepada-Nya berarti sama dengan
keimanan orang-orang kafir masa dulu, wallahu a'lam.
7.
AL-HAKIM
a.
Makna Asmaul Husna AL-HAKIM (Yang
Maha Bijaksana)
Al-Hakîm,
salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah, yang berarti tepat dan
bijaksana. Banyak dalil dari Al-Qur`ân Al-Karîm yang menunjukkan bahwa al-Hakîm
merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla . Di samping itu, banyak
disebutkan secara bersamaan dengan nama Allah lainnya. Sebagai contoh, misalnya
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
“Dan
Dia-lah Allah Yang Hakîm (Maha Bijaksana) lagi Khobîr (Maha Mengetahui)”
[Saba`/34:1].
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
Hakîm (pembuat dan penentu hukum) bagi seluruh makhluk-Nya. Dan hukum Allah ada
dua. Yaitu, hukum yang bersifat kauni (yakni, ketetapan taqdir) dan hukum yang
bersifat syar’i (yakni, ketetapan syariat). Allah Subhanahu wa Ta’ala , adalah
ketetapan yang bijaksana, tepat dan adil. Misalnya, ketika Allah Subhanahu wa
Ta’ala mentaqdirkan seseorang beriman, berarti itulah yang paling tepat dan
bijaksana. Demikian pula ketika, misalnya, Allah mentaqdirkan seseorang mati
dalam keadaan kafir, maka itu pulalah yang paling adil, bijaksana dan tepat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang harus Dia lakukan. Dia Maha Mengetahui
segala-galanya, baik berkaitan dengan perbuatan-perbuatan diri-Nya maupun
berkaitan dengan perbuatan-perbuatan para hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menciptakan
apapun untuk tujuan yang sia-sia, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
menetapkan hukum syariat apapun kecuali sesuatu yang pasti maslahat, bahkan
syariat Allah Azza wa Jalla adalah kemaslahatan itu sendiri. Apabila nama
al-Hakîm digabungkan penyebutannya dengan nama Allah Subhanahu wa Ta’alaainnya,
maka akan memiliki kesempurnaan ganda.
Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :
إِنَّهُ
هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ
Sesungguhnya Dialah
Allah Yang Hakîm (Maha Bijaksana) lagi ‘Alim (Maha Mengetahui).
[adz-Dzâriyât/51:30].
Ayat ini mengandung penetapan sifat
hikmah dan ilmu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang merupakan asas bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk menciptakan dan memerintahkan. Artinya, apa saja yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan, semuanya terlahir dari ilmu dan hikmah-Nya.
Begitu pula perintah serta syariat-Nya pun terlahir dari ilmu dan hikmah-Nya.
Ilmu dan hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengandung semua sifat sempurna bagi
Allah.
·
Karena ilmu Allah
mengandung kesempurnaan sifat hidup bagi Allah dengan segala konsekuensinya
seperti, sifat Maha Tegak (Qayyumiyyah), sifat Maha Kuasa (Qudrah), sifat
kekal, sifat mendengar, melihat dan semua sifat lain yang menjadi konsekuensi
dari ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sempurna.
·
Sedangkan sifat
hikmah-Nya, mengandung kesempurnaan sifat iradah (kehendak), sifat adil, sifat
kasih sayang, sifat berbuat ihsan, sifat pemurah, sifat berbuat kebajikan dan
sifat selalu meletakkan segala sesuatu tepat pada tempatnya yang terbaik.
Mencakup pula hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mengutus semua rasul-Nya
dan dalam menetapkan pahala serta siksa.
contoh penggabungan
dua nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu:
الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: Sesungguhnya banyak di
dalam Al-Qur`an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggabungkan nama al-‘Aziz dan
al-Hakim. Maka masing-masing dari dua nama itu menunjukkan kesempurnaan khusus
sesuai dengan tuntutan masing-masingnya, yaitu kesempurnaan sifat perkasa
(‘izzah) pada nama al-‘Aziz, dan kesempurnaan hukum serta hikmah pada nama
al-Hakîm. Penggabungan antara keduanya menunjukkan kesempurnaan lain, yaitu
bahwa kesempurnaan sifat perkasa-Nya disertai dengan kesempurnaan sifat
hikmah-Nya.
Dengan
demikian, sifat perkasa (izzah) Allah Azza wa Jalla tidak menuntut adanya
kezhaliman, kejahatan atau tindakan semena-mena. Tidak sebagaimana banyak
dilakukan oleh para manusia yang menjadi raja perkasa. Biasanya keperkasaan
seorang raja akan mendorongnya berbuat dosa, ia berbuat dhalim, jahat dan semena-mena.
Begitu pula hukum
dan hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu disertai dengan kesempurnaan sifat
perkasa-Nya. Berbeda dengan hukum serta hikmah (kebijaksanaan) manusia, akan
senantiasa diwarnai kehinaan.
BAB III
KESIMPULAN
Mempelajari asmaul
husna merupakan salah satu cara untuk meningkatkan iman kepada Allah SWT.
Dengan membiasakan diri menghayati serta mengamalkan sifat-sifat Allah yang
terkandung dalam asmaul husna akan menyadarkan diri kita yang memiliki banyak
kekurangan, kelemahan dihadapan Allah SWT, agar
tidak sombong dan takabbur meski mendapat keberhasilan. Menyadari
sepenuh hati, bahwa segala nikmat datangnya dari Allah, sehingga bersyukur dan
menggunakan nikmat tersebut untuk ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar